check lendutan pada balok beton bertulang
Lama
juga saya tidak memegang dashbord WordPress dan menulis artikel, maklum
dalam beberapa minggu terakhir ini banyak kegiatan menulis paper yang
menyita waktu, misalnya untuk Seminar Internasional EACEF-3 di Yogyakarta (20-23 Sept 2011), juga Seminar Nasional Konteks-5 di Medan (14-15 Okt 2011).
Bisa berpartisipasi aktif dalam temu ilmiah itu asyik lho. Maklum
selain bisa menambah wawasan pengetahuan, juga ada kesempatan
jalan-jalan gratis atas biaya institusi. Itu khan tugas mulia yang
membawa nama institusi, yang bisa meningkatkan kum untuk akreditasi.
Yah, begitulah tugas sehari-hari dosen, mengajar, meneliti, menulis dan
presentasi (serta jalan-jalan).
Tulisan saya terakhir adalah tentang acara seminar HAKI. Itu diadakan
sebelum puasa, disana tempo hari saya bertemu dengan mas Purbo dari
Yogyakarta, yang juga tertarik dan mendalami program SAP2000. Beberapa
hari kemudian, setelah dari seminar tersebut saya mendapat kiriman buku
beliau (et. al.) yang pertama tentang SAP2000. Sampul bukunya lumayan,
isinya juga bagus. Nah bagi teman-teman yang tertarik belajar dan ingin
menguasai program SAP2000 maka buku itu perlu dikoleksi. Jika anda belum
mendapatkan secara jelas informasinya, silahkan kunjungi website beliau
di sini.
Trims ya mas Purbo atas kiriman bukunya.
Selanjutnya dari berbagai komentar yang masuk pada blog ini, saya
akan mencoba menjawab. Maklum, tidak setiap komentar yang masuk pada
blog ini dapat dijawab dengan baik. Jadi seperti yang biasa disarankan
pada murid-murid saya, bahwa untuk menjawab soal ujian mulailah dari
soal atau pertanyaaan yang paling mudah. Dengan cara yang sama maka saya
pilih pertanyaan tersebut seperti ini misalnya :
Submitted on 2011/09/01 at 22:51Pak Wir, berhubung pembahasan blog ini mengenai beton bertulang, saya jadi ingin tahu nih, kenapa para desainer dalam merancang dimensi balok beton bertulang itu tidak pernah melakukan perhitungan Lendutan ? Kebanyakan para desainer langsung menggunakan Feeling/pengalaman dalam menentukan dimensi ( B dan H ), padahal kan lendutan merupakan hal penting juga, apalagi sejak diberlakukannya metode kekuatan batas ini.
Thanx
Suatu pertanyaan yang menarik. Mengapa, karena yakin yang bertanya di
atas sebenarnya telah sedikit banyak mengetahui tentang perencanaan
struktur beton. Lihat saja komentarnya “apalagi sejak diberlakukannya metode kekuatan batas“.
Pernyataan yang terakhir tersebut, tentu disampaikan dengan pemahaman
bahwa perencanaan berdasarkan kekuatan batas adalah berfokus pada
kekuatannya saja dan tidak atau belum memikirkan pengaruh kekakuan
penampang baloknya.
Maklum pada kondisi batas, yang paling penting adalah mengetahui
kekuatan ultimate yang dapat dihasilkan suatu penampang beton dan
perilaku keruntuhannya apakah daktail (under-reinforced section) atau non daktail (over-reinforced section).
Dalam memprediksi kekuatan batas (ultimate) pada penampang
dengan keruntuhan daktail, yaitu leleh atau keruntuhan pada tulangan,
maka bagian beton yang mengalami tarik akan mengalami retak (crack)
sehingga diabaikan pengaruhnya dalam perhitungan. Kondisi tersebut
tentu menyebabkan seakan-akan penampang beton menjadi berkurang, atau
dengan kata lain momen inersianya akan berkurang dibanding penampang
beton yang utuh. Momen inersia penampang beton adalah hal yang penting
yang akan mempengaruhi lendutan. Nah dengan cara pikir tersebut, maka
teman kita di atas mengajukan pertanyaannya tersebut.
Jadi dengan kata lain, yang bertanya itu tahu tentang teori beton ultimate. Good.
Mari kita jawab.
Suatu perencanaan struktur yang baik adalah dapat mempertimbangkan semua persyaratan perencanaan yang utama, yaitu dari segi kekuatan, kekakuan dan daktilitas.
Ke tiga hal tesebut harus dipertimbangkan dengan baik, dan harus
dipenuhi. Jika sudah, baru dipikirkan persyaratan yang lain, yang
kadang-kadang dapat menentukan untuk dapat dilaksanakan atau tidak.
Seperti misalnya segi biaya, dapat dikerjakan dan sebagainya. Meskipun
dari segi mekanik tidak terlalu utama, tetapi kalau ternyata mahal
sekali khan pasti jadi ragu untuk mewujudkannya. Yah begitulah yang
namanya perencanaan, mendapatkan sisi harmonis dari semua persyaratan
yang ada, tetapi jelas dari kaca mata teknik sipil, khususnya teknik
struktur maka ketiga persyaratan di atas adalah yang paling utama.
Perencanaan struktur beton dengan cara batas atau ultimate, itu baru
menjangkau dari segi kekuatan dan sebagian daktilitas, sebagian yang
lain ditentukan oleh persyaratan pendetailan tulangan. Jadi meskipun
pada cara perencanaan tersebut (cara batas) dapat terpenuhi tetapi dari
segi kekakuan belum terantisipasi. Jadi betul sekali pernyataaan “apalagi sejak diberlakukannya metode kekuatan batas“. Perlu evaluasi secara khusus tentang lendutan beton.
Tentang evaluasi lendutan yang diragukan, seperti adanya komentar berikut:
Kebanyakan para desainer langsung menggunakan Feeling/pengalaman dalam menentukan dimensi ( B dan H )
Sebenarnya secara tidak langsung sudah terjawab, yaitu penggunaan feeling dan pengalaman dalam menentukan B dan H.
Feeling mungkin subyektif sifatnya, tetapi kalau betul itu ada
pengalaman maka jelas cukup efektif. Maklum teori penampang yang
digunakan pada perencanaan struktur beton bertulang belum dapat menjawab
secara tuntas semua aspek perencanaan beton. Lihat saja, mengapa pada
balok, separo tulangan lapangan (minimum) harus diteruskan sampai
ketumpuan . Padahal untuk balok tumpuan sederhana, momen pada tumpuan
khan jelas nol (tidak ada), mengapa tulangan pada lapangan yang dihitung
berdasarkan momen yang terjadi harus diteruskan separo ke tumpuan. Itu
contoh, bagaiman teori tersebut tidak secara tuntas menjelaskannya.
Perlunya tulangan di tumpuan tersebut mula-mula diperoleh berdasarkan
syarat pada peraturan, yang didasarkan pada pengalaman atau feeling
pakar / penelti top yang pada akhirnya disepakati untuk dijadikan
peraturan. Sebelum adanya teori rasional seperti strut-and-tie-model
maka hal itu tidak dapat djelaskan dengan baik.
Demikian juga dengan lendutan. Adanya teori kekuatan batas yang
mengakomodasi terjadinya retak pada beton tarik menyebabkan lendutan
struktur beton yang dianalisa dengan cara elastis linier berdasarkan
penampang utuh menjadi tidak valid lagi. Kalaupun selanjutnya ada ide
untuk menerapkan penampang tereduksi akibat retak tersebut juga susah,
maklum, retak yang terjadi tergantung dari besarnya momen yang
dihasilkan. Padahal besarnya momen tergantung dari kekakuan yang kita
berikan pada model struktur tersebut. Ini khan serba salah. Intinya
adalah mengetahui atau menghitung lendutan beton pada struktur beton yang umumnya struktur statis-tak-tentu (statically indeterminate structures) adalah kompleks.
Jadi perhitungan lendutan pada struktur beton secara tepat adalah lebih susah dibanding perhitungan struktur baja. Bagi engineer, kompleks atau tidaknya tidak boleh menyebabkan masalah lendutan diabaikan. Tetap harus diperhitungkan.
Tetapi seperti masalah-masalah engineer pada umumnya, bahwa
berdasarkan pengamatan akan struktur-struktur yang sukses dibangun,
dapat diketahui bahwa untuk suatu ukuran atau dimensi tertentu, suatu
struktur dapat memperlihatkan kinerja yang cukup baik tanpa perlu suatu
perhitungan yang rumit. Seperti pemahaman bahwa untuk saluran dengan
lebar 0.5 – 1.0 m maka pada umumnya tidak menjadi masalah untuk
dilompati oleh orang dewasa, jika lebih dari itu maka hanya orang-orang
tertentu yang bisa. Demikian juga dengan struktur balok beton, untulk
panjang beton tertentu (L) maka jika digunakan ukuran B dan H tertentu
maka umumnya untuk suatu pembebanan yang wajar juga akan aman. Ini khan
masalah feeling dan pengalaman bukan.
Bagi orang-orang yang sudah berpengalaman maka hal itu mereka yakini
betul, dan memang betul, tanpa perhitungan yang njlimet juga ternyata
hasilnya baik. Bagi yang belum pernah memakai memang menjadi diragukan.
Koq bisa ya, bagaimana penjelasannya. Padahal hanya pakai feeling dan
pengalaman lho.
Nah, disinilah peran code atau peraturan perencanaan. Jadi agar
sukses maka selain mengetahui cara rasional perencanaan maka isi code
juga harus dipahami.
Ini adalah petunjuk pada code (ACI 318N-05) yang berkaitan dengan lendutan pada balok.
Sangat sederhana bukan. Jadi adanya petunjuk tersebut maka dimensi
balok dapat dipilih sedemikian rupa, sehingga selanjutnya tidak perlu
dilakukan suatu hitungan khusus terkait dengan lendutan. Ini mungkin
yang dilihat oleh penanya di atas, mengapa tidak ada hitungannya.
O ya, meskipun sudah ada petunjuk khusus tetapi berdasarkan
pengalaman itu hanya berlaku untuk suatu bentangan tertentu. Jadi jangan
dibayangkan dapat digunakan untuk balok beton bertulang biasa untuk
bentang sampai 30 m. Yah, saya kelihatannya nggak pernah melihat hal
itu, karena untuk balok beton bertulang lebih dari 15 m, maka penggunaan
balok beton prategang rasanya perlu menjadi alternatif.
Moga-moga ini membantu memahami, mengapa kejadian yang disampaikan oleh penanya di atas dapat terjadi. Semoga berguna.
Komentar
Posting Komentar