Daya dukung pondasi dari hasil sondir (cpt)
Daya
dukung pondasi dapat ditentukan dari hasil perhitungan sondir,lihat
pembahasan tentang sondir dalam blog ini, dan tujuan perhitungan daya
dukung ini dipergunakan untuk menentukan klas tanah (Soil Class) dan
juga menentukan tipe pondasi yang akan didesain. Ada dua tipe pondasi
yang biasa didesain yaitu tipe pondasi dangkal (shallow foundation)
ataupun pondasi dalam (deep foundation).
Pondasi dangkal yang sering digunakan pada proyek TL di Indonesia , antara lain :
Pondasi Telapak (yaitu tipe Pad & Chimney), istilah dalam teknik sipil biasa disebut dengan spread foundation (pondasi telapak menyebar) yang berbentuk bujur sangkar pada dasar pondasi;
Pondasi Raft atau Mat Foundation, atau dikenal dengan nama pondasi gabungan pada keempat kaki tower;
Pondasi Enlarged Pad and Chimney yaitu pondasi dengan tipe pad yan diperbesar (enlarged) dan seringkali digunakan untuk menggantikan tipe pondasi raft;dan ada
Pondasi sumuran (drilled shaft) yang umum dilaksanakan dimana pada kedalaman yang cukup dangkal terdapat lapisan batuan lunak (soft rock) yang cukup tebal, kadangkala berbentuk blok yang dipasang miring mengikuti stub tower;
Pondasi angkur (anchorage type), dimana kaki menara (tower leg atau stub) dianggap sebagai angkur dan ditancapkan kedalam lapisan batuan keras/batuan yang masif /solid (hard rock) dan dilapisi mortar (grouting) pada semua sisi yang terpendam kedalam tanah.
Pondasi Telapak (yaitu tipe Pad & Chimney), istilah dalam teknik sipil biasa disebut dengan spread foundation (pondasi telapak menyebar) yang berbentuk bujur sangkar pada dasar pondasi;
Pondasi Raft atau Mat Foundation, atau dikenal dengan nama pondasi gabungan pada keempat kaki tower;
Pondasi Enlarged Pad and Chimney yaitu pondasi dengan tipe pad yan diperbesar (enlarged) dan seringkali digunakan untuk menggantikan tipe pondasi raft;dan ada
Pondasi sumuran (drilled shaft) yang umum dilaksanakan dimana pada kedalaman yang cukup dangkal terdapat lapisan batuan lunak (soft rock) yang cukup tebal, kadangkala berbentuk blok yang dipasang miring mengikuti stub tower;
Pondasi angkur (anchorage type), dimana kaki menara (tower leg atau stub) dianggap sebagai angkur dan ditancapkan kedalam lapisan batuan keras/batuan yang masif /solid (hard rock) dan dilapisi mortar (grouting) pada semua sisi yang terpendam kedalam tanah.
Pondasi
dalam yang sering dipakai pula adalah pondasi pancang, apakah bored
pile (pancang bor) atau tiang pancang(driven pile), driven pile bisa
terdiri dari besi H (steel profile H-beam) ataupun pre-cast prestressed
concrete pile, dengan penampang pile berbentuk bulat, bujur sangkar atau
segitiga sama sisi.
Kedalaman
pondasi dangkal ditentukan berdasarkan panjang stub tower yang masuk
kedalam tanah, umumya berkisar 3,5 m sampai dengan 4 meter. Kedalaman
ini disebut dengan design depth (kedalaman rancangan). Untuk jenis
tertentu untuk pondasi raft(mat) kedalaman bisa hanya sampai 2- 2,5 m
saja, karena tanah dipermukaan yang relatif lunak ketika digali.
Kedalaman
pondasi dalam biasanya lebih dari 7 m. Kedalaman pemancangan ditentukan
berdasarkan letak kedalam lapisan yang memiliki daya dukung yang cukup
atau sampai mencapai lapisan tanah keras. Kadang kedalamannya sampai
dengan 25 meter untuk bored pile, efektifnya kira-kira 18m, dan lebih
dari 25 m untuk tiang pancang
Untuk
penentuan daya dukung bagi pondasi dangkal adalah dengan mengambil
langsung (directly) nilai daya dukung ujung konus, qc (cone point
resistance), walupun diijinkan secara tidaklangsung (indirectly) yaitu
dengan pengambilan nilai CPT untuk dikonversikan ke dalam metode SPT
(standard Penetration Test). Dalam penentuan daya dukung dari hasil uji
CPT (cone penetration test) kita dapat mengambil dari berbagai
referensi. Ada banyak buku yang menjelaskan bagaimana menghitung daya
dukung tanah untuk pondasi, antara lain buku dari Pak Bowles (alm), yang
sampai saat ini terakhir adalah edisi ke-5, dan tiap-tiap edisi ada
perubahan baik penambahan ataupun penghapusan dari rangkuman berbagai
teori dari para dedengkot yg mendalami “kasus” penyondiran, namun buku
Bowles ini masih dianggap sebagai “buku sakti” pegangan para mahasiswa
teknik sipil. Buku lainnya sekelas dengan Joseph Bowles ini adalah buku
Donald P. Coduto dan Braja M. Das, yang juga merangkum hasil penelitian
beberapa ahli, ahli tersebut adalah seperti Terzaghi (Father of Soil
Mechanic), Meyerhoff, Schmertmann, Begemann, Hansen, Vesic dll. Ahli
mana yang benar, wallahu alam, jangan nanya saya. Selagi ada yang
namanya Safety Factor (angka faktor keamanan) yg disarankan oleh
ahli-ahli tanah ini, mudah-mudahan para engineer untuk desain pondasi
paling tidak bisa “tidur nyenyak” tanpa kekhawatiran berlebihan terhadap
hasil penentuan daya dukung tanah dan hasil rancangannya.
Dari
Meyerhoff (1956, 1965) mengusulkan untuk menentukan estimasi bearing
capacity (daya dukung) izin tanah dengan asumsi penurunan (setlement)
pondasi sebesar 25mm, tanpa memperhatikan faktor lebar bawah pondasi
telapak adalah :
qa = qc / 30, satuan qc dalam kPa atau kg/cm²
angka
30 dianggap sangat konservatif (aman), dan bisa dipakai nila berkisar
10 – 60 tergantung dari pengalaman lokal (local experience). Oleh PLN
diijinkan untuk mengambil angka kisaran 20-40.
Dari
Schmertmann (1978) dan Awkati, mengusulkan untuk pondasi telapak
berbentuk bujur sangkar, dengan Kedalaman pondasi (D)/lebar pondasi (B)
<= 1.5, dan qc adalah nilai rata-rata nilai q pada kedalaman B/2
diatas design depth dan 1.1B dibawah design depth, maka daya dukung
ultimate :
pada
tanah granular (berbutir/sand)) : qu = 48 – 0.009(300-qc)^1.5 (catatan.
notasi ^ adalah operasi pangkat, kalau ditulis misalnya 2^3 = 2 x 2 x
2)
pada tanah lempung (clay):qu = 5 + 0.34.qc (disini bila qc = 0, tanah masih punya daya dukungnya)
untuk
selanjutnya , dalam mencari qa (daya dukung izin atau gross allowable
bearing capacity), maka nilai qu harus dibagi dengan safety factor (SF)
yang nilainya biasa diambil 3.
qa = qu/SF = qu/3
Dalam
penentuan qc ada beberapa metode, seperti dengan mengambil langsung
dari qc sondir pada kedalam rencana dasar pondasi, misalnya direncanakan
kedalama pondasin 4 meter, maka langsung diambil qc hasil pada
kedalaman 4m, dan ada yang mengambil secara rata-rata qc (atau qc
average), dengan jarak beberapa meter diatas design depth dan dan
beberapa meter dibawah design depth, jarak ini bervariasi, tergantung
keyakinan engineer dan disetujui oleh klien(owner) ataupun konsultan.
Untuk
penentuan daya dukung tanah (berang capacity atau bearing pressure),
disarankan untuk banyak membaca berbagai referensi, dan mengambil
referensi yang tentu saja memuaskan dari sisi ekonomis dan waktu dan
dapat meyakinkan klien, karena penetuan daya dukung CPT ini masih
dianggap semacam “ilmu hitam”, tidak mnegherankan kalau saja di Amerika
masih jarang memakai data hasil CPT dan lebih cenderung menggunakan data
SPT, namun penggunaan untuk konstruksi2 tertentu masih diijinkan disana
seiring dengan berkembangnya metode ini.
Dari
grafik sondir bila terdapat suatu lapisan pada kedalaman tertentu yang
daya dukungnya membesar tiba-tiba/ekstrim (ataupun menurun), biasanya
diabaikan dalam mengambil nilai qc pada kedalam tersebut, dan dianggap
bahwa hanya terdapat lapisan tipis saja yang mempunyai daya dukung
dengan nilai istimewa tersebut. Maka nilai qc mengikuti nilai qc yang
cenderung mirip dengan lapisan diatas dan dibawahnya, misalnya qc
(kg/cm²) pada 2,2 m = 30, kemudian 2,4 m = 90, dan 2,6 m = 40, maka
dianggap qc pada 2,4 m dianggap rata2 qc pada 2,2, dan 2,6 m saja yaitu
(30+40)/2 = 35.
Bila
dari hasil grafik sondir, dimana lapisan tanah “keras” atau tanah yang
mempunyai lapisan pendukung cukup besar terletak pada kedalaman lebih
dari design depth untuk pondasi dangkal (lebih dari 4 m) dan katakanlah
lebih dari 10 m, maka perhitungan daya dukung pondasi menggunakan
perhitungan daya dukung pondasi dalam (pile foundation). Pile yang
dipergunakan adalah tiang pancang dengan permukaan berbentuk lingkaran
baik driven ataupun tipe bored. Kedalaman pemancangan diambil pada
kedalaman yang cukup sampai ujung tiang berada kira-kira 1 D dibawah
lapisan tanah keras, hal ini dianggap pancang mengandalkan tahanan ujung
(end bearing capacity), jika lapisan tanah keras sangat dalam sekali
sehingga ujung tiang tidak mencapai lapisan tanah keras yang memadai,
maka pancang bekerja berdasarkan tahanan geser (side friction), namun
pada prakteknya seringkali kedua tahanan tersebut itu digabungkan untuk
mencari daya dukung pondasi dalam.
Formulasi yang banyak dipakai dalam penentuan daya dukung pancang tunggal (single) adalah :
qa = qc.Ap/SF1 + JHP. Φ/SF2, dimana :
qc = nilai konus, qc rata-rata yang diambil berdasarkan saran ahli tanah, antara lain (pilih salah satu)
Mayerhoff: nilai qc diantar rentang 4D diatas sampai 4D dibawah dari ujung tiang, dan D adalah diameter tiang pancang;
Van der Vee : nilai qc diantara rentang 3.75 D diatas sampai dengan D dibawah ujung tiang.
Mayerhoff: nilai qc diantar rentang 4D diatas sampai 4D dibawah dari ujung tiang, dan D adalah diameter tiang pancang;
Van der Vee : nilai qc diantara rentang 3.75 D diatas sampai dengan D dibawah ujung tiang.
Ap = luas penampang tiang = 1/4 π D²
JHP = Jumlah Hambatan Pelekat
Φ = keliling tiang = π D
SF1 = angka kemananan daya dukung ujung tiang, nilai yang disarankan adalah 3; dan
SF2 = angka keamanan daya dukung geser tiang, nilai yang disarankan adalah 5
JHP = Jumlah Hambatan Pelekat
Φ = keliling tiang = π D
SF1 = angka kemananan daya dukung ujung tiang, nilai yang disarankan adalah 3; dan
SF2 = angka keamanan daya dukung geser tiang, nilai yang disarankan adalah 5
Walaupun
dalam konstruksi kenyataannya bahwa pancang selalu dalam keadaan
berkelompok (pile group/kelompok tiang), namun perhitungan daya dukung
yang diperlukan adalah daya dukung pancang yang berdiri sendiri/tunggal
(single).
Komentar
Posting Komentar